“CIMOL”
“Hiduplah seperti burung, yang dengan kedua sayapnya hidup bebas dan tanpa penghalang, tapi bekerjalah seperti kuda tunggangan, yang dengan pinggiran mata tertutup ia hanya melihat dan berjalan lurus kedepan”
Teman, mungkin ini hanya menjadi segelintir ceritaku. Kau dan aku sudah hidup untuk hampir seperempat abad lamanya, tapi tampaknya cerita kita tak jauh berbeda. Teman, untuk kau renungkan, tuhan memang sangat berkuasa. Ia bisa melakukan segalanya ketika ia tahu waktu dan kesempatan yang tepat. Ia maha sempurna, jangan kau bandingkan ia dengan air terjun Niagara, atau keindahan Pulau Dewata, sesungguhnya didalam genggamannya semua kehidupan bertekuk lutut.
Waktu itu siang menjelang sore, lewat pukul tiga. Setelah perjuangan panjang aku dan teman-temanku menempuh jalan naik kaki menuju kolam renang terdekat, hanya sia-sia setelah akhirnya kami tidak diperbolehkan masuk kolam hanya karena tidak ada yang punya pakaian untuk renang. Letih memang, lelah capai dan kesal. Tapi memang kau tidak bisa mengukir diudara, sepandai apapun kau bicara, kalau memang tidak rejeki apa mau dikata, kami tetap tidak diperbolehkan berenang.
Beberapa jam aku dan teman-teman baruku menghabiskan waktu hanya untuk istirahat di kolam sial itu sekali meredakan emosi. Kakiku dan mereka bertumpu pada pinggul yg duduk serta badan condong kebelakang bertopang tangan, semua seperti sudah menerima dan ikhlas dengan semua kesia-siaan, kami lalui satu perjalanan lagi, pulang. Namun cerita baru dimulai.
Setengah jalan menuju tempat tidurku teman-temanku meminta berhenti. Agak kesal memang ketika tahu mereka berhenti untuk makan, karena aku hanya satu-satunya orang yang berpuasa diantara mereka waktu itu, tapi ya sudahlah, hanya sebentar. Sekaligus menantang fisikku kataku. Ketika semua orang terlena dengan Baso hangat yg mengepul didepan mereka aku beranjak beberapa meter untuk menemani pacarku yang ingin membeli makanan lain_Cimol.
Jujur aku tidak terlalu paham dengan makanan yang satu ini. Mendengar namanya saja aku baru. Bulatan-bulatan sagu yg renyah dan kenyal setelah digoreng itu dicampur dengan bubuk dengan rasa manis atau pedas. Aku hanya menelan ludah melihatnya, berharap suatu hari nanti aku bisa ikut mencicipi.
http://tamanjajanmini.jw.lt/images/cimol.jpg |
Aku suka pada penampilannya, rapih, dengan perawakan gemuk tapi tidak gendut. Diantara belasan gerobak makanan yang ada pada saat itu hanya dialah yang aku lihat menggunakan kemeja. Ya, penjual Cimol itu memang belum menyelami benar gaya penjual kaki lima yang biasanya hanya bermodal kaos dan celana jeans. Terbukti dengan pengakuannya yang belum sebulan bekerja menjadi seller di tempat itu. Senyumnya menandakan bahwa ia orang yang mengerti tata krama dan etika, berpendidikan dan tidak brutal. Belahan kanan rambutnya tampak mengilap, mungkin minyak rambut. Dengan gerobak baru yang masih bersih, tidak tampak olehku keinginannya menjadi seorang yang kotor. Ia melayani pacarku dengan baik dan cekatan. Sedikit kaku memang, mungkin karena masih baru pikirku. Pesanan pacarku selesai kurang dari lima menit, setelah sedikti berbincang-bincang selama ia menyiapkan pesanan itu, aku dan pacarku kembali menuju tempat teman-temanku kekenyangan dengan baso semangkok mereka aku mendapatkan sesuatu dari perbincangan singkat dengan penjual Cimol itu, ia bukan orang asli daerah tempatku menetap dan memang terlihat jelas dari logat bicaranya yg berbeda dengan orang asli daerah sini yang lebih senang berbicara sunda daripada bahasa indo. Tapi ya sudahlah, tak ada larangan bagi siapa saja untuk menetap dimana saja kan?
A few days later, aku dan temanku mengadakan pesta kecil-kecilan sebelum kami pulang kerumah masing-masing. Oh ya, aku lupa, aku adalah seorang mahasiswa di Universitas swasta terkenal dibilangan bekasi, dan aku baru 2 minggu berada disini ketika aku mengalami kejadian ini. Setelah merundingkan makanan yang akan dibeli, aku mengajukan diri untuk pergi membeli semua pesanan, berdua dengan pacarku aku pergi bermodal motor pinjaman.
Malam itu ramai. Motor dan mobil lalu lalang, seolah ingin beradu mesin. Dengan kecepatan standard, malam itu pacarku memelukku erat sekali. Cuaca dingin menembus bajuku, alasan utamaku melaju pelankan motorku selain karena ingin lebih lama berduaan dengan pacarku. Martabak pun sudah dipesan, sembari menunggu aku melihat sekeliling kios, mencari tempat dimana kira-kira aku bisa membeli sebotol air mineral. Putus asa mendapati hanya ada kios makanan aku mengajak pacarku untuk keliling lagi mencari mini market atau apalah yang menjual barang yang kucari.
Mataku sedang asyik mencari warung kecil sembari mengendarai motor pinjaman ketika pacarku bilang ia ingat teman-temanku juga ingin Cimol. Ya sudah, sekali jalan aku juga mencari tukang cimol. Samar dari jauh kulihat gerobak putih, baru dan bersih bertuliskan “CIMOL” memarkir ditepi jalan. Dan sebuah hal yang mengejutkan bagiku ketika mengetahui bahwa pedagang Cimol itu adalah orang yang sama dengan pedagang Cimol yang melayaniku setelah aku kembali dari kolam renang sialan itu. Mungkin ia juga mengenali wajahku seperti aku mengenalinya dari jauh. Seperti sudah tahu, ia langsung bangkit berdiri dan berlari tergopoh menuju gerbokanya. Aku yang juga sudah merasa sedikit mengenalnya langsung menepikan motor biru kesayangan temanku tak jauh dari gerobaknya. Kami bertiga saling tak percaya melihat orang yang sama, dengan lebih akrab dari kemarin pacarku mulai memesan satu persatu pesanan teman-temanku. Dan seperti anak yang belajar dengan cepat, pedagang itu melayani dengan gerakan yang jauh lebih cepat dan sigap daripada saat terakhir kami dilayaninya. Sekali lagi, sembari menyiapkan pesanan aku baru tahu siapa ia yang sebenarnya. Penampilannya yang rapih, tutur katanya yang sopan, juga kebersihan gerobaknya, akhirnya semua match dengan pengakuan yang ia saksikan malam itu. Aku tidak terlalu mendengar percakapannya dengan pacarku karena aku tidak ikut dalam pembicaraan, aku hanya duduk di motor dan mendengar samar-samar saja bahwa mereka sedang membicarakan kehidupan pedagang itu. Selesai dengan pesanan, kami pamit untuk kembali menjemput Martabak yang sudah kami pesan sebelumnya. Sekali lagi dengan ramah ia tersenyum, itu saat terakhir aku bertemu dibuat kagum oleh sikapnya.
Dan aku jauh lebih kagum lagi kepadanya ketika pacarku akhirnya cerita tentang percakapannya dengan pedagang itu saat mengerjakan pesanan tadi. Setelah berbicara panjang lebar, akhirnya aku tahu dari pacarku bahwa dulunya, pedagang yang ramah itu adalah seorang “Interior Designer”. Ia bercerita bahwa dulu ia termasuk orang yang sukses. Juga sudah bekerja bertahun-tahun sebagai interior designer di ibukota Jakarta. Hingga pada akhirnya setahun yang lalu ia mengalami musibah yang aku juga tidak tahu apa, sehingga memaksanya untuk berhenti bekerja dan menyewakan rumahnya dan pindah ke daerahku sekarang. “yah, namanya roda mbak, selalu berputar. Kalo dulu saya diatas, sekarang giliran saya untuk ada dibawah” akunya pada pacarku. Selintas aku dapat merasakan bagaimana perasaannya ketika mengatakan itu pada pacarku. Karena aku juga bukan tergolong orang yang mampu. Aku beruntung bisa kuliah di universitasku sekarang dengan bantuan beasiswa yang memang diakui oleh semua orang di daerah ini bahwa universitas ini termasuk universitas elit. Dan aku masih dibuat takjub olehnya karena ia mengatakannya tanpa mengeluh dan tetap dengan senyum simetrisnya, seakan ia sudah pasrah dan menyerahkan apa saja yang akan terjadi dalam usahanya kepada tuhan, sungguh seorang pribadi yang baik batinku.
Ia merupakan sebuah pelajaran bagiku. Bagaimana seorang yang dulunya mampu kemudian dengan mudahnya diputar tuhan kehidupannya. Ketika orang yang sudah tinggi dijatuhkan dari ketinggiannya. Aku tidak tahu apakah ia merasakan itu karena kesalahannya pada masa yang lalu, aku tidak peduli. Yang aku tahu, ia adalah sesosok orang yang bisa menerima dan mau bangkit dari semua keadaan dibalik semua kesulitan yang ia punya, meskipun seandainya memang karena kesalahannya setidaknya ia sudah belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Ah ya, dan satu lagi. Akhirnya malam itu aku bisa menikmati bulatan kenyal yang disebut Cimol itu, hahaha.
Teman, itu saja ceritaku untukmu. Semoga cerita ini juga membekas dihatimu dan dapat merubah haluan hidup kita dan menjadikan kita insane yang bersinar diantara hamba-hamba tuhan yang beriman.
-End-
0 comments:
Post a Comment